Mengungkap Dalang Pembunuh Munir : Mungkinkah Keterlibatan Petinggi Indonesia?
Sebuah Opini
‘sederhana’ untuk mengenang kematian Munir - Sang Aktivis HAM
Indonesia, juga atas kehilangan teman-teman aktvitis dan
mahasiswa 97-98, serta keprihatinan lembaga “Adhyaksa” yang telah
memvonis bebas mantan terdakwa Muchdi PR di pengujung akhir tahun yang
kelam.
Lirik ERK : “Di udara”
Lirik ERK : “Di udara”
Aku sering diancam
Juga teror mencekam
Kerap ku disingkirkan
Sampai dimana kapan?
Ku bisa tenggelam di lautan
Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan
Aku bisa dibuat menderita
Aku bisa dibuat tak bernyawa
Dikursi listrikkan ataupun ditikam
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti..
Munir Said Thalib, pejuang HAM Indonesia,
4 tahun silam tewas diracun arsenik dalam perjalanannya menuju
Amsterdam dari Jakarta. Berbagai kemungkinan pihak dibalik pembunuhan
sampai saat ini belumlah terungkap sepenuhnya. Aksi-aksi perjuangan
pendiri KontraS (Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan) ini,
Munir, menjadi ‘musuh berbahaya’ bagi lawan-lawannya.
Kebencian para penguasa orde baru
terhadap gerakan ‘human right’ Munir sangatlah beralasan. Mereka
[penguasa] yang telah semena-mena menindas, membunuh, dan membantai
rakyat kecil mendapat perlawanan keras dari Munir. Munir tanpa lelah
terus mencari fakta dan realita untuk mengungkap kasus-kasus pembantaian
orang dan rakyat yang tidak berdosa. Meskipun dirinya dan keluarganya
menerima berbagai ancamam pembunuhan, Munir tetap melangkahkan
perjuangannya dengan darah jadi taruhannya.
Kematian Munir di pesawat Garuda pada 7
September 2004, menjadi kemenangan terbesar para penjahat kemanusiaan di
negeri ini. Ada begitu banyak deretan nama-nama penguasa Orde Baru yang
masih ‘berkeliaran bebas’ di negeri ini. Tidak hanya berkeliaran,
bahkan tidak sedikit dari mereka menjadi ‘pahlawan’ yang dinantikan oleh
masyarakat kita yang masih ‘melek realitas’.
Kronologis Pengadilan Munir
Munir, Sang Pilot Garuda
Orang pertama yang menjadi tersangka
pertama pembunuhan Munir (dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus
Budihari Priyanto. Selama persidangan, terungkap bahwa pada 7 September
2004, seharusnya Pollycarpus sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas
palsu dan mengikuti penerbangan Munir ke Amsterdam. Aksi pembunuhan
Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus ‘meminta’ Munir agar berpindah
tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan Munir, Pollycarpus menerima
beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen
intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus BP
dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara.
Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus
tidak mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan
skenario pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal, membuktikan
Pollycarpus adalah pihak yang telah menghabiskan nyawa ‘pahlawan HAM
Indonesia”. Namun, timbul pertanyaan, untuk apa Pollycarpus membunuh
Munir?? Apakah dia bermusuhan atau bertengkar dengan Munir?? Tidak ada
historis yang menggambarkan hubungan mereka berdua.
Muchdi PR, Sang Agen Intelijen
Selidik demi selidik, akhirnya terungkap
nomor yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior
adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi
Purwoprandjono. Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai
Komandan Koppassus TNI Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto
(pendiri Partai Gerindra). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai
Deputi Badan Intelijen Indonesia (CIA-nya Indonesia)
Muchdi PR ditangkap pada 6 Juni 2008.
Lalu ia disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pada awal
Desember 2008, jaksa penuntut umum (JPU) kasus pembunuhan Munir menuntut
Muchdi PR dihukum 15 tahun penjara. Muchdi PR terbukti menganjurkan dan
memberikan sarana kepada terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto untuk
membunuh Munir.
Jaksa juga memaparkan sejumlah fakta yang
terungkap dari keterangan saksi, barang bukti, dan keterangan terdakwa
selama 17 kali sidang. Di antaranya adalah surat dari Badan Intelijen
Negara yang ditujukan kepada Garuda Indonesia pada Juni 2004 yang
merekomendasikan Pollycarpus sebagai petugas aviation security. [hal aneh, mengapa BIN ikut campur urusan bisnis Garuda hingga merekomendasi Pollycarpus untuk ikut terbang 'bersama' Munir]
Budi Santoso [sebagai saksi] yang
menyatakan pernah mendengar Pollycarpus disuruh Muchdi membunuh Munir.
Jaksa juga menunjuk bukti transaksi panggilan dari nomor telepon yang
diduga milik Pollycarpus ke nomor yang diduga milik Muchdi, atau
sebaliknya, yang tercatat dalam call data record. Selain itu, dalam
persidangan Muchdi PR memberikan keterangan berubah-ubah dan beberapa
kali bertindak tidak sopan.
Usaha para jaksa membongkar kasus
pembunuhan dan menuntut pelaku pembunuh kandas ditangan majelis hakim PN
Jakarta Selatan yang diketuai Suharto. Tanggal tanggal 31 Desember
2008, majelis hakim menvonis bebas Muchdi Pr atas keterlibatannya dalam
pembunuhan aktivis HAM – Munir. Kurangkah bukti di pengadilan? Ataukah
ada rupiah atau ancaman yang diterima oleh para ‘penegak hukum’ di
institusi peradilan kita???
Inikah keputusan yang adil bagi perjuangan keadilan dan hak asasi manusia, tatkala Pollycarpus BP terbukti membunuh atas ‘bimbingan’ BIN dan telah divonis 20 tahun penjara?
Inikah keputusan yang adil bagi perjuangan keadilan dan hak asasi manusia, tatkala Pollycarpus BP terbukti membunuh atas ‘bimbingan’ BIN dan telah divonis 20 tahun penjara?
Langkah Hukum
Meski ditengah krisis kepercayaan
institusi hukum di negeri ini, pihak berwajib harus mengajukan kasasi ke
lembaga hukum lebih tinggi atas putusan bebas tersebut. Karena jika
putusan bebas, dapatkah kita mencari dalang pembunuh sebenarnya?
Menurut saya, yang pasti Pollycarpus
hanyalah ‘alat’ yang digunakan oleh pihak penguasa, dalam hal ini mantan
terdakwa Muchdi PR. Disisi lain, saya melihat bahwa Muchdi PR bukanlah
satu-satunya orang dibalik pembunuhan Munir. Saya berkeyakinan bahwa
Muchdi PR hanyalah rekanan dari penguasa lain yang menginginkan agar
Munir dieksekusi. Siapakah itu?
Untuk menelusuri hal tersebut, saya akan
berusaha mencari referensi kasus-kasus besar dan penting yang ditangani
oleh Munir, terutama kasus pelanggaran HAM yang dilakukan pihak penguasa
Orde Baru.
Ada beberapa kasus penting yang pernah
ditangani oleh (alm) Munir yang memungkinkan [menurut opini saya]
mereka/pihak yang berseberangan dengan Munir memiliki niat untuk
menghabisi nyawa Munir. Dan kita tahu bahwa, banyak saksi, pembela,
jaksa dinegeri ini ditindas, diancam bahkan dibunuh oleh para tersangka
‘penjahat, perampok,pembunuh’. Sebut saja, hakim Agung, M. Syafiuddin
Kartasasmita, yang dibunuh atas perintah Tommy Soeharto, karena sedang
mengadili kasus korupsinya.
Berikut daftar kasus ‘penting dan berbahaya’ yang ditangani Munir:
– Penasehat Hukum masyarakat Nipah,
Madura, dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas
pembunuhan tiga petani Nipah Madura, Jawa Timur; 1993
– Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktifis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
– Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
– Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2; 1998-1999
– Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
– Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktifis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
– Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
– Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2; 1998-1999
– Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
Usaha Mencari “Induk Semang” Penculikan
Kita tahu bahwa mereka yang berjuang
melawan pemerintah yang tiran di zaman orde baru akan dihilangkan
[dihabisi]. Dari tahun 1997-1998, tercatat minimal ada 24 orang aktivis
dan mahasiswa yang ditangkap oleh pasukan khusus era Soeharto hingga
saat ini dinyatakan hilang [dihilangkan oleh penguasa]. Jika di era
80-an dan awal 90-an dikenal Petrus, maka menjelang kerusuhan Mei 1998,
untuk membendung aksi anti-pemerintah Soeharto, maka Soeharto pun
menyiapkan ‘keamanan’ yang lebih khusus.
Salah satu divisi ‘loreng’ yang bertindak
‘mengamankan’ situasi adalah Kopassus dengan TIM MAWAR-nya. Ratusan
aktivis ditangkap dan disiksa, serta sebagian “top of the top activist”
hilang bak ditelan bumi. Terutama mereka yang ‘suka’ berbicara HAM
kepada pemerintah. Salah satu tokoh yang saya angkat adalah Wiji Thukul,
seorang sastrawan puisi.
Wiji Thukul, terkenal dengan puisi yang
‘menyayat wibawa pemerintah’ karena berisi kritikan terhadap
ketidakadilan dan pengingkaran harkat dan martabat manusia. Semenjak
Tragedi 27 Juli 1996, ia menjadi buruan aparat. Akibat suaranya yang
vokal, selama hampir 6 bulan, ia terpaksa menghindar dari kejaran aparat
[kalau tertangkap, yah......habiiiiss!]. Ia tidak bisa pulang. Keadaan
memaksanya untuk pergi, berlari tanpa bisa berhenti, menyelamatkan diri
dengan meninggalkan istri dan kedua anaknya. Dan suara seorang suami,
masih terdengar terakhir kali oleh istrinya pada Februari 1998 (6 bulan
setelah Tragede 27 Juli). Setelah itu…ia ‘hilang’ dan sangat mungkin
dihilangkan.
Tak pelak lagi, Munir pun salah satu
korban, ‘anak manusia’ yang terlalu ‘galak’ kepada pemerintah yang
tiran. Alm. Munir tahu betul siapa pelaku Tragedi 27 Juli 1997, dan
siapa dibalik penangkapan aktivitis yang menyeret ‘petinggi orba’. Meski
pada saat itu ia belum punya bukti-bukti lengkap untuk menjebloskan
para ‘tiran’, dan hingga sebelum ajal menjemputnya, Alm. Munir terus
berjuang membela para korban dengan mengumpul sebanyak mungkin bukti dan
saksi. Dan hingga saat ini pun, lembaga ‘adhyaksa’ [pengadilan] kita
belum mampu mengungkap tragedi 27 Juli karena kekurangan bukti, saksi
yang bungkam hingga masih kuatnya pengaruh oknum orba di saat ini…..
Dari uraian di atas, kita pun bisa menduga-duga, siapa sih pelaku
penculikan? Siapa sih yang merasa terancam jika Munir masih bisa
bernafas, menatap, dan berbicara? Selama lebih 6 tahun kejatuhan rezim
Orba akhirnya Munir, pihak yang terancam sudah pasti mencari momen yang
tepat untuk menghabisi ‘pahlawan HAM’ tersebut. Akhirnya, 1 bulan
menjelang pelantikan Presiden terpilih SBY Oktober 2004, pada tanggal 7
September 2004 Munir tewas diracun.
“Institusi Penculikan”
Belajar dari pengalaman masa lalu,
duga-dugaan kita akan semakin mengerucut pada beberapa tokoh dibalik
peristiwa pelanggaran HAM di tahun 1997-1998. Petinggi-petinggi yang
menguasai tampuk kekuasaan yang ‘memungkinkan’ melakukan ‘agresi’ pada
rakyat kecil, adalah MILITER. Siapakah petinggi militer yang berpotensi
sebagai tersangka penculikan, pembunuhan?
Hanya ada beberapa yang sangat berpontensi yakni Kopassus ataupun Kostrad. Hanya ada 2 kemungkinan yang sangat menonjol : Komando Pasukan Khusus atau Komando Strategis Angkatan Darat. Di era Soeharto, hierarki Kopassus dan Kostrad bisa langsung ‘dibisikkan’ oleh Presiden, tanpa ‘bersungkem’ kepada Pangab yang dijabat Jendral Wiranto.
Hanya ada beberapa yang sangat berpontensi yakni Kopassus ataupun Kostrad. Hanya ada 2 kemungkinan yang sangat menonjol : Komando Pasukan Khusus atau Komando Strategis Angkatan Darat. Di era Soeharto, hierarki Kopassus dan Kostrad bisa langsung ‘dibisikkan’ oleh Presiden, tanpa ‘bersungkem’ kepada Pangab yang dijabat Jendral Wiranto.
Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa
institusi yang bertanggung jawab langsung atas penculikan para aktivis
dan mahasiswa yang vokal pada saat itu adalah “TIM MAWAR“,
suatu tim khusus yang dibentuk oleh KOPASSUS yang dipimpin oleh Letnan
Jendral Prabowo Subianto, Sang menantu Soeharto pada saat iu. Sedangkan
yang bertanggungjawab mengendalikan aksi demonstrasi Mahasiswa pada Mei
1998 salah satunya adalah campur tangan satuan Kostrad yang dipimpin
oleh Mayor Jenderal Muchdi PR. Setelah Prabowo dicopot dari Kopassus,
maka posisi ini akhirnya dipegang oleh Muchdi PR.
Sehingga wajar, jika sebagian kecil
masyarakat beropini bahwa “para petinggi Kopassus bertanggung jawab
terhadap penculikan” dan “para petinggi yang merasa terancam atas
desakan hukum atas penculikan adalah ‘otak’ pembunuhan Munir”. Opini
sederhana yang ditarik oleh masyarakat awam dari sebuah kisah kelam yang
sedikit demi sedikit terbongkar. Tetapi, namanya politik, intrik dan
kekejaman memang sulit untuk ditebak maupun sulit untuk diduga, apalagi
dibuktikan dalam waktu seumur jagung.
Jadi, wajarkah jika beberapa orang
berpendapat bahwa “petinggi institusi yang terlibat atas dua kasus
tragedi ’98 (penculikan dan pembunuhan) tersebut” yang menjadi tokoh
intelektual pembunuhan Munir. Dua institusi tersebut, tak lain-tak bukan
: Koppasus, dan Kostrad. Sah-sah saja, jika ada yang berpendapat
seperti itu. Tetapi, karena negara kita adalah negara hukum, maka
masyarakat kita pun dibatasi agar tidak menuduh orang yang belum ada
bukti bersalah sebagai pelaku. Yang hanya bisa dilakuan masyarakat
adalah menduga. Ingat masih menduga [jadi masih diwilayah abu-abu].
Meskipun demikian, opini sebagian
masyarakat perlu dicermati mendalam, tatkala saat ini, para mantan
petinggi “Institusi militer yang bermasalahan tersebut” yakni Prabowo
dan Muchdi begitu akrab serta bersama-sama mendirikan Partai Gerindra.
(Prabowo sebagai Ketum dan Muchdi PR sebagai Waketum).
Sehingga timbul pertanyaan mungkinkah kedua mantan ini terlibat??? [terlibat dalam pembunuhan Munir]
Sehingga timbul pertanyaan mungkinkah kedua mantan ini terlibat??? [terlibat dalam pembunuhan Munir]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar